Mengajar upah untuk ustadz/guru/sarjana/misionaris

PERTANYAAN:

Barusan saya lihat video kajian katanya haram seorang Ustadz menerima amplop dari ceramahnya. Lah kan itu sudah biasa terjadi, dan utk menghargai waktu, tenaga, ilmu, yang disampaikan Ustadz tersebut..? Gmn menurut Ust? (+62 857-7296-xxxx)


JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim ..

Seorang guru baik guru agama (mengajar Al Quran, fiqih, dll), dan guru ilmu keduniaan, baik pada lembaga resmi seperti sekolah, kampus, pesantren, atau pada masjid atau pengajian perkantoran, baik diupah bulanan atau tiap sesi, adalah perkara yang diperdebatkan para ulama fiqih.

Sebagian ulama mengharamkan upah dari mengajarkan agama, seperti pendapat Imam Abu Hanifah dan Hanafiyah klasik, bagi mereka upah dari mengajar agama dikhawatirkan merusak keluhuran nilai-nilai keikhlasan dan keberkahan, serta mendatangkan sikap komersialisasi terhadap agama.

Selain itu, nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam secara khusus melarang hadits Sahih:

Baca Al -Qur’an, jangan mendidih di dalamnya, jangan mengeringkannya, jangan memakannya, dan jangan berlipat ganda dengan itu

Baca Quran, jangan melampaui batas -batas membacanya, jangan kaku, jangan berusaha memakannya, dan tidak meningkatkan dunia dengannya. (Jam Ahmad no. 15670)

Tetapi para sarjana (mayoritas) para sarjana mengatakan itu bisa, baik Malikiyah, Shafi’iyah, Hanabilah, dan Hanafiyah dari generasi berikutnya. Tetapi kemampuan ini harus didekorasi dengan hati dan bukan upah sebagai fokus utama pada pengajaran.

Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, Nabi sallallaahu’ Alaihi wa sallam berkata:

Jika Anda memiliki hak untuk melakukan apa yang telah Anda ambil untuk Kitab Kitab Tuhan

Memang, upah Anda yang paling layak adalah dari (mengajar) Alkitab. (Hr. Muttafaq ‘Alaih)

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

This is a statement that it is permissible to take the fee on the ruqyah, by Al -Fatihah, and Al -Dhikr, and that it is permissible that is not hatred, as well as the wages on teaching the Qur’an, and this is the doctrine of Al -Shafi’i, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Thur, and others from the predecessors, and those after them

“Ini adalah penjelasan tentang kemampuan untuk mengambil upah dari Meruqyah dengan Al Fatihah, Dzikir, itu tanpa hukum, jadi ambil upah dari mengajar Al -Quran, ini adalah Madzhab Syafi’iy, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan salaf lainnya setelah mereka.” (Al Minhaj Syarh Sahih Muslim, 14/188)

Bagi mereka, yang terlarang adalah semata-mata baca Al Quran, lalu diberikan uang. Inilah yg terlarang sebagaimana hadits Imam Ahmad di atas dan hadits berikut ini:

Bacalah semua yang baik dan akan menggunakan berdiri yang akan mereka buat, karena pujian ditetapkan, mereka segera bergegas dan tidak menyalahgunakannya

“Baca Quran dengan bacaan yang baik, orang -orang yang membacanya dengan meluruskannya saat panah diluruskan, tetapi mereka hanya berharap untuk hadiah sinkron (materi) dan mereka tidak mengharapkan hadiah yang tertunda (di akhirat).”
(Jam Abu David no. 830, Hasan)

Para sarjana di Al Lajnah Daimah, Pemerintah Saudi:

“Diizinkan bagi Anda untuk mengambil hadiah karena mengajarkan Al -Qur’an, karena Nabi, semoga doa dan damai Tuhan ada di atasnya, menikahi seorang pria untuk mengajarinya apa yang dimilikinya dari Al -Qur’an, dan itu adalah persahabatannya, dan rekannya mengambil biaya, dan dia berkata,” Penyembuhannya dengan doa karena sanggurnya dengan sanggurnya dengan membuka buku itu, dan dia mengatakan bahwa itu adalah pice yang tidak percaya karena kecanggihannya dengan membuka buku itu, dan dia mengatakan:

Dimungkinkan bagi Anda untuk mengambil upah dari mengajar Al -Quran. Karena Nabi Sallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam menikahi seorang pria dengan seorang wanita, pria itu mengajar wanita Al -Quran yang telah dia baca, dan itu adalah mas kawinnya. Para teman juga mengambil upah dari mengobati penyakit orang -orang yang tidak percaya dalam belas kasihan mereka dengan Al Fatihah. Dalam hal ini Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam: memang, yang paling berhak atas gajinya adalah dari (mengajar) Kitab Allah. (Jam. Bukhari dan Muslim).

Memang, yang terlarang hanyalah upah dari hanya membaca Quran, dan meminta orang untuk membacanya. (Fatawa al Lajnah Daimah, 15/96)

Pendapat yang membolehkan ini semakin kuat jika kondisi guru agama mengalami kesulitan hidup, maka boleh mengambil upah, karena jika tidak, aktivitas mengajar agama bisa berhenti, kebodohan terhadap agama pun semakin merajalela; tidak kenal hijaiyah, tidak paham tajwid, tidak bisa doa dan surat pendek, tidak kenal sejarah para nabi dan sahabat nabi, fiqih ibadah, dll.

Pendapat ini semakin menguat ketika umat Islam butuh lembaga pendidikan agama yang sistematis dan berkelanjutan. Sekaligus sebagai sebuah otokritik kepada umat ketika mereka mengupah artis hajatan, guru privat, senam, dengan bayaran mahal, sementara thdp guru atau ustadz/ah di TPA/TPQ, lembaga pendidikan Islam, yang hari-harinya habis mengabdi mendidik umat dihargai hanya dengan jazakallah khairan.

Di sisi lain, para Ustadz pun harus muhasabah atas niatnya, tetap fokus lillahi Ta’ala, tidak menjadikan target dunia dan kemewahannya. Posisikan upah yang diterimanya sebagai bonus duniawi saja, bukan tujuan utama. Agar tidak menggugurkan amal shaleh pengajarannya.

Imam sebagai Subki menjelaskan hadiah atau upah untuk Ustadz dan pembicara:

Itu tidak bergabung dengan para hakim: mufti, pengkhotbah, guru Al -Qur’an dan sains; Karena mereka tidak memiliki kelayakan paksaan, dan yang pertama dalam hak mereka jika hadiah itu demi fatwa, khotbah dan pendidikan: kurangnya penerimaan; Menjadi pekerjaan mereka murni bagi Tuhan Yang Mahakuasa, dan jika dia diberikan kepada mereka, mereka pion dan merayu pengetahuan dan kebaikan mereka: yang pertama adalah penerimaan, dan ini adalah bimbingan pendahulunya

“Mufti, penceramah, serta pengajar Al-Qur’an dan ilmu, tidak termasuk dalam kategori hakim, karena mereka tidak memiliki wewenang untuk memutuskan perkara secara mengikat. Yang lebih utama bagi mereka, jika hadiah diberikan karena fatwa, nasihat, atau pengajaran mereka, adalah tidak menerimanya agar amal mereka tetap murni karena Allah Ta’ala. Namun, jika hadiah diberikan sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan atas ilmu dan ketakwaan mereka, maka lebih utama untuk menerimanya. Inilah kebiasaan para salaf”. (An Najmu Al Wahhaj, 10/199-200)

Dengan demikian. Wallahu a’lam

✍️Farid Numan Hasan

Game News

Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime

Gaming Center

Gaming Center

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.